Saturday, March 21, 2020

MASA BERSEMI


Beranjak tinggi tumbuh matahari hangat di tepi
Kedua sisi merasakan kematangannya
Apa yang ditangan digenggam erat
Apa yang kemudian diharap dikejar pula

Sisi sunyi itu hilang
Seperti sebuah musim yang lama tidak hujan
Lalu banjir datang sendiri
Para petani tentu tak lagi mengaduh
Para peternak tak lagi susah
Ubah zaman musim berganti

Beranjak tinggi sejuk angin semilir
Rambut terurai helai demi helai
Seperti lembaran buku cerita yang dibacakan ibu sebelum anaknya jatuh terlelap

Mimpi-mimpi berkejaran di langit senja
Ada begitu banyak yang menari-nari seiring sore usang ke barat
Akan tetapi danau biru mata airnya dari akar kayu
Sebesar apapun itu hujan dan matahari tak boleh redup

Ketika batang beranjak tinggi
Dahan dan daun punya kisahnya sendiri-sendiri
Ke kanan ke dalam intisari bumi
Ke kiri ke jurang malam milyaran dewi

Seiring waktu yang diperlukan hanyalah tongkat penyangga
Penyangga itu dibutuhkan sebagai teman perjalanan atau sebagai pembantu ketika senang rapuh berdiri

Di keheningan banyak sekali rupa
Bukan menulis tapi melukis
Tidak hidup namun menjiwai

Bergambar-gambar, bercermin berserakan pula
Pecahan itu membunuh satu demi satu
Berdarah, mengusung keranda
Dalam lautan ku hantarkan jua

Sikap batu di dalamnya emas
Emas tak muncul hitam abadi
Berkerumun semut legam menyelimuti
Tanpa tanya tanpa melirik

Malam pun kian larut,
Rinduku dan segumpal kain menembus langit-langit ...


Dangdeur : Sebelum satu dasawarsa

Friday, March 20, 2020

TIDAK TAHU


Menemuimu saat matahari tenggelam, sama saja dengan mencintai sosok bayangan.

Tak ada hujan yang begitu dirindukan, melainkan hujan yang dengannya bumi mati dapat menumbuhkan aneka ragam

Sesosok mayat yang terbujur kaku dipaksa menggelitik sebongkah batu, sementara milyaran yang hidup hanya memerjuangkan kehendaknya sendiri-sendiri

Jika siang telah beranjak
Dan suara guntur memekikkan air mata
Semua mata hanya bisa berdiam diri di bawah lubang bernama rasa nyaman

Melihatmu saat terang benderang, sama saja dengan berharap pada bidadari lamunan

Rayuan, pujian ...
Tidak bisa mengubah apa-apa
Bahkan hingga menyentuh hati pun tidak

Sebenarnya kau ini apa?

Aku melihat burung-burung dan bunga melati yang tak wangi
Kemudian ku paksa untuk mencium bau
Tapi sekali lagi rasamu berbaju-baju
Sehingga bagaimana ceritanya angin dapat dengan mudah menyentuh kulit kebalmu?

Aku menanam segenggam pasir di dalam tanah langkamu
Berharap dengan itu ladangmu bisa sedikit tersuburkan
Tapi ku tanam batu sendiri
Tanahmu menjadi gunung tegak berdiri

Menemuimu di waktu senja, sekilas bagai menemukan zamzam di tengah kerontangnya padang pasir
Pelangi melengkung berwarna-warni
Langit jingga dalam sekejap
Lalu hujan turun beribu-ribu
Sembilu menusuk tulang punggungku

Ada apa didingin malam sehingga pencuri setampan cahaya kunang-kunang
Ada apa ketika jemari tinggal setengah dan separuhnya tenggelam ke dasar samudera waktu
Palung cintaku buta di mariana
Sementara nafas tak bisa menolong
Keberdayaan dalam sesaat hanya bisa mengeong

Semburat cahya di tengah malam menjelang dini hari
Dikala kemarin aku timbul tenggelam menggapai tak sampai-sampai
Tiada matahari terbit lebih awal melainkan engkau menyusup dibalik buku-buku teori tentang hidup, cinta, asa hingga perjuangan palsu

Jasad-jasad tak bernyawa pun tenggelam dalam lautan segelas anggur.


Dangdeur : Sebelum satu dasawarsa