Wednesday, March 20, 2019

KELEMAHAN DIRI


   Dalam hidup tidak melulu soal siapa yang menang dan siapa yang kalah, namun sesungguhnya tentang siapa yang paling bersyukur atas segala nikmat yang Alloh berikan pada kita selaku makhluknya. Nikmat itu beragam kemasannya, ada yang di kemas sempurna dalam wujud sebuah kebahagiaan, kelezatan suatu rasa atau kesenangan yang seolah-olah akan abadi. Adapula yang dikemas dengan sangat tak mengenakkan hati, menyita sejenak nafas, menelan haru yang begitu mendalam bahkan menguras air mata seakan-akan kehidupan menghimpit dari segala sisi. Itu wajar karena kita dibekali otak dan pikiran untuk membedakan yang mana pahit dan yang mana manis, meski kita sering lupa bahwa pahit manis kehidupan selalu beriringan dan itu tidak merupakan bagian-bagian terpisah akan tetapi suatu kesatuan utuh maha karya dari sang pencipta.

Boleh jadi di suatu ketika kita begitu betah begitu nyaman tinggal di dunia ini, tapi fakta lain membuktikan bahwa saudara-saudari kita pendahulu kita telah pergi untuk selama-lamanya, tanpa ada kata pamit ataupun rencana sebelumnya. Tanpa ada yang tahu, tanpa ada harta yang dibawa. Tahu-tahu semua terjadi begitu saja, tandanya betah dan nyaman itu jika tidak didasari dengan pengetahuan dan kesadaran hanyalah tak lebih dari sebuah semu dari wajah lain kehidupan dunia belaka.

Dalam hidup tidak melulu soal pangkat dan jabatan, karena pangkat dan jabatan tidak kebal terhadap masa. Suatu ketika jabatan itu bertemu dengan masa akhir jabatan yang dikarenakan usia yang sudah tidak memenuhi syarat atau jabatan itu di gantikan oleh orang lain yang lebih berhak. Sayangnya kita lambat menyadari dan lebih senang menikmati hari-hari yang pada akhirnya semua kan bertemu ujungnya.

   Sebenarnya pengetahuan akan kesadaran itu senantiasa tersaji setiap hari dan kita di ajari secara perlahan-lahan untuk memahami dan mengerti keadaan atas apa yang telah, sedang dan akan terjadi dalam kehidupan ini. Semua itu tidak terelakkan ataupun terbantahkan, semua itu benar adanya dan pelajaran itu selalu kita ambil dari orang lain, alam, musibah dan sebagainya. Tapi kemudian semua itu luruh manakala yang terjadi kita terlalu bersantai ria seakan hidup di dunia akan selamanya dan sekalinya kenikmatan itu datang kita merasa kalau itu nikmat seutuhnya buah karya kita atau akibat dari perbuatan baik kita, yang padahal jika di pikirkan kembali semua kekonyolan itu hanya sia-sia dan tak lebih dari menipu diri semata.
Tuhan, selamatkan kami dari budaya menipu diri sendiri, amiin !


No comments:

Post a Comment