Wednesday, March 20, 2019

KERINDUAN


Angin dan rindu telah menjadikan kita tahu bahwa kita jadi tak berdaya karnanya.

Angin pula yang telah mendengus, menghembuskan peluru-peluru cinta di tiap butiran ghaibnya hingga ke kulit kerongkongan kita yang selalu dahaga
Sementara rindu bagaikan bumi di tengah malam kehujanan
Basah dengan kemanjaan dan menanti selimut kehangatan

Aku mencium aroma setangkai bunga mawar dari balik bau ketiakmu yang khas
Wangi ini seperti cambuk kusir kuda yang di hantamkan berulang-ulang ke kulit kesadaranku
Lalu delapan tahun kemudian aku menengok ke belakang
Benar saja, itu masa kita di awal perkenalan

Angin telah membawaku berteduh di malam muda kita dalam sebuah kedai bambu
Itu wajahmu, ini rupaku dan kita sama-sama lupa kalau kita hanya sepasang manusia tanpa ayah ataupun ibu. Kecuali dia yang mendampingimu malam itu
Semangkuk bakso dan segelas es jeruk malu-malu kita reguk
Semua tiba-tiba tampak tak seirama, lalu lalang itu, lampu-lampu itu, wajah-wajah jenuh kelelahan dari balik kaca depan ahh … peduli apa. Dunia hanya kita berdua saja ada

Angin dan rindu bagai dua puluh Sembilan nyawa yang meregang penuh bahagia
Mabuk iya, lapar bisa jadi
Akan tetapi gejolak di dalam laksana bendungan hendak rubuh, nyaris tak terkendalikan
Hanya sesekali melati putih mengingatkanku pada selembar kain kafan

Angin berhembus di lima penjuru
Dedaunan melambai menggapai-gapai
Memeluk kehendak yang belum tercapai-capai
Rindu terbang dengan dua ribu sayapnya yang transparan
Langit menghitam terang-benderang
Ketika kau pamit hanya cium tangan dan jemari yang jadi merenggang karena kita memilih jalan kita masing-masing

Sebelas khayalanku menjadi merpati putih
Mengantarkan langkahku memilih tembok pembatas jalan sebagai arah menuju kembali pada kehidupanku yang telah kau warnai dengan begitu indah
Ada banyak hal yang kemudian tak mudah untuk aku pecahkan
Kenal ini sangat membuka lebar mata air cinta
Sedangkan aku bukan hulu dari segala hulu sungai yang bisa memunculkan telaga
Hanya harap dan do’a terangkai satu-satu, tertulis di balik cekung dadaku

Angin dan rindu di langit tak tahu jalan pulang
Berputar-putar membabi buta, membunuh kesunyian lewat rupa dibalik kaca
Ada kamu disana …
Aku bahagia …
Kita tahu garis kita telah di gariskan sebelumnya
Kita pun jangan mudah menghakimi kita
Karena yang adil hanya yang maha adil
Jalani saja, biarkan mereka menonton




No comments:

Post a Comment