Angin dan rindu telah menjadikan
kita tahu bahwa kita jadi tak berdaya karnanya.
Angin pula yang telah mendengus,
menghembuskan peluru-peluru cinta di tiap butiran ghaibnya hingga ke kulit
kerongkongan kita yang selalu dahaga
Sementara rindu bagaikan bumi di
tengah malam kehujanan
Basah dengan kemanjaan dan menanti
selimut kehangatan
Aku mencium aroma setangkai bunga
mawar dari balik bau ketiakmu yang khas
Wangi ini seperti cambuk kusir kuda
yang di hantamkan berulang-ulang ke kulit kesadaranku
Lalu delapan tahun kemudian aku
menengok ke belakang
Benar saja, itu masa kita di awal
perkenalan
Angin telah membawaku berteduh di
malam muda kita dalam sebuah kedai bambu
Itu wajahmu, ini rupaku dan kita
sama-sama lupa kalau kita hanya sepasang manusia tanpa ayah ataupun ibu. Kecuali
dia yang mendampingimu malam itu
Semangkuk bakso dan segelas es
jeruk malu-malu kita reguk
Semua tiba-tiba tampak tak seirama,
lalu lalang itu, lampu-lampu itu, wajah-wajah jenuh kelelahan dari balik kaca
depan ahh … peduli apa. Dunia hanya kita berdua saja ada
Angin dan rindu bagai dua puluh Sembilan
nyawa yang meregang penuh bahagia
Mabuk iya, lapar bisa jadi
Akan tetapi gejolak di dalam
laksana bendungan hendak rubuh, nyaris tak terkendalikan
Hanya sesekali melati putih
mengingatkanku pada selembar kain kafan
Angin berhembus di lima penjuru
Dedaunan melambai menggapai-gapai
Memeluk kehendak yang belum
tercapai-capai
Rindu terbang dengan dua ribu
sayapnya yang transparan
Langit menghitam terang-benderang
Ketika kau pamit hanya cium tangan
dan jemari yang jadi merenggang karena kita memilih jalan kita masing-masing
Sebelas khayalanku menjadi merpati
putih
Mengantarkan langkahku memilih
tembok pembatas jalan sebagai arah menuju kembali pada kehidupanku yang telah
kau warnai dengan begitu indah
Ada banyak hal yang kemudian tak mudah
untuk aku pecahkan
Kenal ini sangat membuka lebar mata
air cinta
Sedangkan aku bukan hulu dari
segala hulu sungai yang bisa memunculkan telaga
Hanya harap dan do’a terangkai
satu-satu, tertulis di balik cekung dadaku
Angin dan rindu di langit tak tahu
jalan pulang
Berputar-putar membabi buta,
membunuh kesunyian lewat rupa dibalik kaca
Ada kamu disana …
Aku bahagia …
Kita tahu garis kita telah di
gariskan sebelumnya
Kita pun jangan mudah menghakimi
kita
Karena yang adil hanya yang maha
adil
Jalani saja, biarkan mereka
menonton
No comments:
Post a Comment