Suatu hari di musim kemarau tahun dua
ribu Sembilan, bulan satu. Kabayan milenial baru saja menginjakan kakinya di
daerah Tarogong sebrang patung semar Pasar kemis tepatnya, Dia datang di antar
oleh seorang tukang ojek yang tak lain adalah tetangganya sendiri. Dari Tasikmalaya
mereka berangkat pukul tujuh pagi dan tiba dengan selamat di tarogong pada
pukul Sembilan siang, siapa yang kabayan milenial jumpai sesampainya disana ?
tiada lain sahabatnya sendiri yang bernama Afgan Mahmud. Sedikit mengenai
profil Afgan Mahmud, dulu dia merupakan teman baru yang dikenal kabayan
milenial sewaktu mengikuti kegiatan kursus selama satu tahun di salah satu lembaga
pendidikan pelatihan yang ada di kota Tasikmalaya. Keakraban mulai terjalin
ketika kabayan milenial memutuskan pindah dari kost-an yang terletak di kampung
sambong, kemudian kembali nge-kost di salah satu rumah warga di cibaregbeg
tepatnya. Nah Afgan Mahmud ini pun sama kost di rumah tersebut, akhirnya karna
satu kost singkat kata mereka pun menjadi sahabat yang solid.
Selesai dari lembaga pelatihan yang
lamanya tak lebih dari satu tahun, Kabayan milenial segera di terima kerja di
salah satu perusahaan otomotif ternama di kota Tasikmalaya ( halllahhh ngarepππ ….
Hahaaaa ), salah. Yang betul itu, Kabayan milenial segera kembali ke pangkuan
ayah ibundanya di kampung ( hiksss … π£π£langsung mellow sambil gigit jari tetangga
). Hari-hari ia lewati dengan sepi, terkadang hari-harinya ia lewati juga dengan
menulis puisi. Puisi baper, puisi cita-cita super atau bahkan puisi cinta untuk
ayah dan ibunya. Ya seperti itulah nasib kabayan milenial di tahun dua ribu
delapan.
Januari dua ribu Sembilan ada info dari
Afgan Mahmud kalau dirinya sudah bekerja di salah satu toko makanan khas garut
ya di tarogong itu tepatnya, nah kabayan milenial langsung sumbringah “ kalo
udah dapat kerjaan bagi-bagi atuh euy “ kurang lebih seperti itu ungkapan
Kabayan milenial saat pertama kali menerima kabar dari sohibnya. Si sohib
menambahkan kembali kata-katanya “ ya lumayanlah, brow. Itung-itung di kampung
mah cuma nganggur, ya mungkin disinilah jodoh rezeki hehee “. Kata si afgan Mahmud
sambil ketawa .
“ oke deh, aku ikut “ pungkas kabayan
milenial mengakhiri pembicaraannya dengan afgan Mahmud di hapenya yang naas
layar tengahnya tampak kemilau, akibat tak sengaja kena panas solder.
***
Berhari-hari kemudian, Kabayan milenial
mulai mengeraskan tekad untuk terus semangat dengan hidup barunya di belahan
bumi swiss van java ini.
Kendati bersama dengan sahabatnya, akan
tetapi untuk kegiatan melayani konsumen mereka di pisah tempat. Ada dua toko
oleh-oleh milik bos mereka, dimana yang satu di pegang oleh rekan afgan Mahmud dan
yang satu lagi dipegang oleh seorang bapak tua saudara dari pemilik toko. Kabayan
milenial kebetulan di tempatkan di toko yangdi pegang oleh pak tua saudara si
pemilik toko.
Suka duka menjadi pelayan toko kian dirasakan
oleh Kabayan milenial seiring berlalunya waktu. Sukanya ketika begitu banyak
konsumen yang beli, dukanya ketika toko sepi dan barang yang dijual nganggur
saja hanya sesekali di balik dan di bersihkan biar selalu tampak menarik
perhatian calon konsumen yang lewat.
Setiap pagi mereka harus sudah siap
membuka rolling door toko dan membersihkan lantainya dengan cara di sapu dan di
pel, selesai nge-pel mereka harus melap etalase atau barang-barang yang nampak berdebu
biar tidak terlihat seperti tidak terurus. Selesai lap-lap, mereka pun harus
menyiram halaman toko dengan air supaya debu-debu dari jalan utama hilang
bersama air menuju parit trotoar.
“ mud, kalau di pikir-pikir mah kita udah
kayak pemilik syah dari toko ini nya ππ…. Hahaaaa “ tukas kabayan milenial dengan
gaya bicara ( lentong ) khasnya kepada sohibnya yang sering ia panggil dengan
sapaan ‘ mud ‘ itu di sela-sela mereka sarapan jam sepuluh pagi ( upsss … ).
“ ya … siap-siap aja, brow …. Karna nanti
plang toko ini pun akan segera berubah nama menjadi Mahmud rasa …. πππHahaa “. Tak
kalah canda Mahmud pun berceloteh
“ bener tuh … tapi nunggu dulu tahun 2500
… hahaa “
“ sialan …. ππππhahaa “ pungkas Mahmud sambil
membawa piring kotor bekas makannya kearah kamar mandi.
Seperti itulah mereka melewati hari-hari
barunya, setelah di tahun dua ribu delapan pulpen dan sertifikat dari lembaga
pendidikan pelatihan di masukkan ke dalam laci mereka masing-masing di tempat
asalnya, delhi van java.
Bukan perkara mudah memang bisa bersaing
di arena kerja yang salahsatu persyaratannya dengan cara menyelipkan fotokopi
ijazah beserta seperangkat kertas lamaran kerja, untungnya mereka di permudah
dengan tidak perlu membawa lamaran untuk kerja di toko ini, cukup tekad saja
dan amanah untuk setia menjaga dan memelihara kelangsungan perekonomian toko.
Cag heula, pamiarsa.
Dugi kadieu heula lalakon na.
Wilujeng wengi ahad wae ka sadayana.π€π€π€
Yuu ah permiossssssssssss ……..πππππ
No comments:
Post a Comment