Saturday, September 29, 2018

DARI DELHI VAN JAVA MENUJU SWISS VAN JAVA


Suatu hari di musim kemarau tahun dua ribu Sembilan, bulan satu. Kabayan milenial baru saja menginjakan kakinya di daerah Tarogong sebrang patung semar Pasar kemis tepatnya, Dia datang di antar oleh seorang tukang ojek yang tak lain adalah tetangganya sendiri. Dari Tasikmalaya mereka berangkat pukul tujuh pagi dan tiba dengan selamat di tarogong pada pukul Sembilan siang, siapa yang kabayan milenial jumpai sesampainya disana ? tiada lain sahabatnya sendiri yang bernama Afgan Mahmud. Sedikit mengenai profil Afgan Mahmud, dulu dia merupakan teman baru yang dikenal kabayan milenial sewaktu mengikuti kegiatan kursus selama satu tahun di salah satu lembaga pendidikan pelatihan yang ada di kota Tasikmalaya. Keakraban mulai terjalin ketika kabayan milenial memutuskan pindah dari kost-an yang terletak di kampung sambong, kemudian kembali nge-kost di salah satu rumah warga di cibaregbeg tepatnya. Nah Afgan Mahmud ini pun sama kost di rumah tersebut, akhirnya karna satu kost singkat kata mereka pun menjadi sahabat yang solid.
Selesai dari lembaga pelatihan yang lamanya tak lebih dari satu tahun, Kabayan milenial segera di terima kerja di salah satu perusahaan otomotif ternama di kota Tasikmalaya ( halllahhh ngarepπŸ˜‚πŸ˜‚ …. Hahaaaa ), salah. Yang betul itu, Kabayan milenial segera kembali ke pangkuan ayah ibundanya di kampung ( hiksss … 😣😣langsung mellow sambil gigit jari tetangga ). Hari-hari ia lewati dengan sepi, terkadang hari-harinya ia lewati juga dengan menulis puisi. Puisi baper, puisi cita-cita super atau bahkan puisi cinta untuk ayah dan ibunya. Ya seperti itulah nasib kabayan milenial di tahun dua ribu delapan.
Januari dua ribu Sembilan ada info dari Afgan Mahmud kalau dirinya sudah bekerja di salah satu toko makanan khas garut ya di tarogong itu tepatnya, nah kabayan milenial langsung sumbringah “ kalo udah dapat kerjaan bagi-bagi atuh euy “ kurang lebih seperti itu ungkapan Kabayan milenial saat pertama kali menerima kabar dari sohibnya. Si sohib menambahkan kembali kata-katanya “ ya lumayanlah, brow. Itung-itung di kampung mah cuma nganggur, ya mungkin disinilah jodoh rezeki hehee “. Kata si afgan Mahmud sambil ketawa .
“ oke deh, aku ikut “ pungkas kabayan milenial mengakhiri pembicaraannya dengan afgan Mahmud di hapenya yang naas layar tengahnya tampak kemilau, akibat tak sengaja kena panas solder.
***
Berhari-hari kemudian, Kabayan milenial mulai mengeraskan tekad untuk terus semangat dengan hidup barunya di belahan bumi swiss van java ini.
Kendati bersama dengan sahabatnya, akan tetapi untuk kegiatan melayani konsumen mereka di pisah tempat. Ada dua toko oleh-oleh milik bos mereka, dimana yang satu di pegang oleh rekan afgan Mahmud dan yang satu lagi dipegang oleh seorang bapak tua saudara dari pemilik toko. Kabayan milenial kebetulan di tempatkan di toko yangdi pegang oleh pak tua saudara si pemilik toko.
Suka duka menjadi pelayan toko kian dirasakan oleh Kabayan milenial seiring berlalunya waktu. Sukanya ketika begitu banyak konsumen yang beli, dukanya ketika toko sepi dan barang yang dijual nganggur saja hanya sesekali di balik dan di bersihkan biar selalu tampak menarik perhatian calon konsumen yang lewat.
Setiap pagi mereka harus sudah siap membuka rolling door toko dan membersihkan lantainya dengan cara di sapu dan di pel, selesai nge-pel mereka harus melap etalase atau barang-barang yang nampak berdebu biar tidak terlihat seperti tidak terurus. Selesai lap-lap, mereka pun harus menyiram halaman toko dengan air supaya debu-debu dari jalan utama hilang bersama air menuju parit trotoar.
“ mud, kalau di pikir-pikir mah kita udah kayak pemilik syah dari toko ini nya πŸ˜‚πŸ˜‚…. Hahaaaa “ tukas kabayan milenial dengan gaya bicara ( lentong ) khasnya kepada sohibnya yang sering ia panggil dengan sapaan ‘ mud ‘ itu di sela-sela mereka sarapan jam sepuluh pagi ( upsss … ).
“ ya … siap-siap aja, brow …. Karna nanti plang toko ini pun akan segera berubah nama menjadi Mahmud rasa …. 😁😁😁Hahaa “. Tak kalah canda Mahmud pun berceloteh
“ bener tuh … tapi nunggu dulu tahun 2500 … hahaa “
“ sialan …. πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚hahaa “ pungkas Mahmud sambil membawa piring kotor bekas makannya kearah kamar mandi.
Seperti itulah mereka melewati hari-hari barunya, setelah di tahun dua ribu delapan pulpen dan sertifikat dari lembaga pendidikan pelatihan di masukkan ke dalam laci mereka masing-masing di tempat asalnya, delhi van java.
Bukan perkara mudah memang bisa bersaing di arena kerja yang salahsatu persyaratannya dengan cara menyelipkan fotokopi ijazah beserta seperangkat kertas lamaran kerja, untungnya mereka di permudah dengan tidak perlu membawa lamaran untuk kerja di toko ini, cukup tekad saja dan amanah untuk setia menjaga dan memelihara kelangsungan perekonomian toko.


Cag heula, pamiarsa.
Dugi kadieu heula lalakon na.
Wilujeng wengi ahad wae ka sadayana.πŸ€—πŸ€—πŸ€—
Yuu ah permiossssssssssss ……..😎😎😎😎😎


No comments:

Post a Comment