Dalam hidup tidak melulu soal siapa
yang menang dan siapa yang kalah, namun sesungguhnya tentang siapa yang paling
bersyukur atas segala nikmat yang Alloh berikan pada kita selaku makhluknya. Nikmat
itu beragam kemasannya, ada yang di kemas sempurna dalam wujud sebuah
kebahagiaan, kelezatan suatu rasa atau kesenangan yang seolah-olah akan abadi. Adapula
yang dikemas dengan sangat tak mengenakkan hati, menyita sejenak nafas, menelan
haru yang begitu mendalam bahkan menguras air mata seakan-akan kehidupan
menghimpit dari segala sisi. Itu wajar karena kita dibekali otak dan pikiran
untuk membedakan yang mana pahit dan yang mana manis, meski kita sering lupa
bahwa pahit manis kehidupan selalu beriringan dan itu tidak merupakan
bagian-bagian terpisah akan tetapi suatu kesatuan utuh maha karya dari sang
pencipta.
Boleh jadi di suatu ketika kita
begitu betah begitu nyaman tinggal di dunia ini, tapi fakta lain membuktikan
bahwa saudara-saudari kita pendahulu kita telah pergi untuk selama-lamanya,
tanpa ada kata pamit ataupun rencana sebelumnya. Tanpa ada yang tahu, tanpa ada
harta yang dibawa. Tahu-tahu semua terjadi begitu saja, tandanya betah dan
nyaman itu jika tidak didasari dengan pengetahuan dan kesadaran hanyalah tak
lebih dari sebuah semu dari wajah lain kehidupan dunia belaka.
Dalam hidup tidak melulu soal
pangkat dan jabatan, karena pangkat dan jabatan tidak kebal terhadap masa. Suatu
ketika jabatan itu bertemu dengan masa akhir jabatan yang dikarenakan usia yang
sudah tidak memenuhi syarat atau jabatan itu di gantikan oleh orang lain yang
lebih berhak. Sayangnya kita lambat menyadari dan lebih senang menikmati
hari-hari yang pada akhirnya semua kan bertemu ujungnya.
Sebenarnya pengetahuan akan
kesadaran itu senantiasa tersaji setiap hari dan kita di ajari secara
perlahan-lahan untuk memahami dan mengerti keadaan atas apa yang telah, sedang
dan akan terjadi dalam kehidupan ini. Semua itu tidak terelakkan ataupun
terbantahkan, semua itu benar adanya dan pelajaran itu selalu kita ambil dari
orang lain, alam, musibah dan sebagainya. Tapi kemudian semua itu luruh
manakala yang terjadi kita terlalu bersantai ria seakan hidup di dunia akan
selamanya dan sekalinya kenikmatan itu datang kita merasa kalau itu nikmat
seutuhnya buah karya kita atau akibat dari perbuatan baik kita, yang padahal
jika di pikirkan kembali semua kekonyolan itu hanya sia-sia dan tak lebih dari
menipu diri semata.
Tuhan, selamatkan kami dari budaya
menipu diri sendiri, amiin !
No comments:
Post a Comment