Thursday, September 5, 2019
AWALNYA
Pucuk gunung di lembah buta
Hamparan sawah jadi daratan
Di hujung jauh seluas mata memandang
Mekar menghijau harmoni cakrawala
Kosong itu mewadahi segala yang tak nampak
Ketika perasaan menjadi lautan dan gelombang sebagai alunan
Debur samudera dalam tatapan pertama
Di balik layar seliar mata memandang
Lagu-lagu mulai muncul seperti tetesan madu
Lalu kicauan burung-burung goléjra meneruskan kidung tanpa suara
Mengaduk nada yang membaur bersama helaian angin utara
Ada pemburu menyelinap tanpa kentara
Rasanya halus seperti kilauan warna
Pagi hari laksana mangga muda
Menjelang senja bagaikan jingga daging pepaya
Tanpa sadar yang tertanam mulai tumbuh,
Karena sejatinya hukum alam tetap berlaku.
Ada kilau bukan dari cahaya,
Ada tatapan tapi matanya jauh terpisah disana
Berbatang tapi tak bercabang,
Mekar berbunga namun tak pernah didahului kuncup.
Ketika kita mulai menyusun satu demi satu
Sirnalah kalimat berserakan itu
Sebab yang ada hanyalah padu
Tak lagi teruraikan walau hanya sekeping debu
Sekian lama waktu mengutip cerita
Seluruhnya tapi serasa kurang semua
Kurang sempurna
Kurang mengena
Kurang untuk dikatakan istimewa
Akan tetapi cinta mungkin mengharuskan demikian
Tanpa ragu meski terkadang terbantahkan
Menghiasi penuh dalam satu butir bernama keniscayaan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment