Showing posts with label Sajakku. Show all posts
Showing posts with label Sajakku. Show all posts
Thursday, September 5, 2019
AWALNYA
Pucuk gunung di lembah buta
Hamparan sawah jadi daratan
Di hujung jauh seluas mata memandang
Mekar menghijau harmoni cakrawala
Kosong itu mewadahi segala yang tak nampak
Ketika perasaan menjadi lautan dan gelombang sebagai alunan
Debur samudera dalam tatapan pertama
Di balik layar seliar mata memandang
Lagu-lagu mulai muncul seperti tetesan madu
Lalu kicauan burung-burung goléjra meneruskan kidung tanpa suara
Mengaduk nada yang membaur bersama helaian angin utara
Ada pemburu menyelinap tanpa kentara
Rasanya halus seperti kilauan warna
Pagi hari laksana mangga muda
Menjelang senja bagaikan jingga daging pepaya
Tanpa sadar yang tertanam mulai tumbuh,
Karena sejatinya hukum alam tetap berlaku.
Ada kilau bukan dari cahaya,
Ada tatapan tapi matanya jauh terpisah disana
Berbatang tapi tak bercabang,
Mekar berbunga namun tak pernah didahului kuncup.
Ketika kita mulai menyusun satu demi satu
Sirnalah kalimat berserakan itu
Sebab yang ada hanyalah padu
Tak lagi teruraikan walau hanya sekeping debu
Sekian lama waktu mengutip cerita
Seluruhnya tapi serasa kurang semua
Kurang sempurna
Kurang mengena
Kurang untuk dikatakan istimewa
Akan tetapi cinta mungkin mengharuskan demikian
Tanpa ragu meski terkadang terbantahkan
Menghiasi penuh dalam satu butir bernama keniscayaan
Tuesday, September 3, 2019
SAJAK BURUNG GAGAK
Sepercik api membakar nyala,
Mengundang puluhan gagak datang kesana,
Mengepul asap mengangkasa raya,
Mengembun jatuh di selokan kota,
Ada yang terpanggil, tertarik hatinya
Berniat mendapatkan emas walau hanya sebongkah cadas
Mulanya sama, sama-sama tak berdaya
Hanya karena cipta menasbihkan khayal dari masa ke masa
Hingga tersebutlah ...
Lalu Elang dan ayam datang bergantian meminta tamba seraya menambatkan bala
Ada yang tengah berupaya untuk mengibarkan panjinya,
Namun angin bukit terlalu tajam untuk ukuran kain biasa
Kemungkinan sobèk dan tercabik sangatlah besar
Seiring waktu berlalu, sekawanan gagak berhasil menggiring kumpulan burung pipit.
Merasuki jasadnya seperti dedemit sampai menjadi zombie yang berjalan dan berlaku seakan hilang kendali.
Tinta pun telah dicoretkan hingga bertumpuk-tumpuk
Kemudian sang gagak mendekati kandang domba disaat malam tiba,
Sesuai dugaan, api secepat kilat menyambar
Perangkap berhasil mendapatkan mangsanya.
Awan hitam bergumul seperti sepasang kekasih yang baru dikawinkan, pekat berbaju gelap menutupi tiap penjuru langit
Hujan yang keluar antara langit dan bumi pun tak terbendung membasahi sebagian kulit
Dari balik bukit terdengar suara akar-akar meremukkan tulang belulangnya sendiri
Sementara sang gagak berkicau dengan merdunya memecah kegetiran
Setiap sudut terasa mulai menyempit bak semesta hanya seukuran baju di badan,
Ketika segenggam pasir dipertaruhkan dibalik jeruji
Dan isak tangis menjadi bumbu di tiap hidangan
Hanya deretan do'a-do'a menerobos ke langit merdeka
Berharap matahari segera terbit membawakan rembulan sebagai dewi
Biru di badan nasib sebuah coretan
Perjalanan menanjak terjal berbatu
Kering, tandus tak berpenghuni
Di balik pikiran semoga tiba hujan harapan
Air selokan kota mengalir hingga ke parit sawah
Sementara airnya dibawa naik sampai ke bukit
Satu per satu upaya menjemput matahari terbit mulai menampakkan secercah sinar
Dan burung-burung gagak mulai kelimpungan
Hingga akhirnya jatuh tersungkur membungkam paruh, lalu berjalan dengan terpincang-pincang
Di satu sudut terbuka, gundukan pekat nampak terbuka
Terlihat begitu jelas di cermin tentang siapa yang berdiri tepat di belakang meja,
Bukan dedemit, bukan burung gagak bukan pula zombie
Saat matahari telah bersinar seperti biasa dan malamnya rembulan bercahaya bagaikan dewi
Perapian mulai dinyalakan sebagai penghangat tubuh yang telah lama di tikam kedinginan
Telah sirna segala kegetiran
Kini yang terdapat di kayu bakar hanya bara api yang menyala merah
Tak kan menghanguskan jika tak di sentuh dengan gegabah
Selanjutnya bara itulah yang kelak akan terus menyaksikan bagaimana akhir dari kehidupan sekumpulan burung gagak ...
Sunday, August 4, 2019
MALAM INI, DISINI
Secangkir malam ku teguk dan rembulan jadi bersinar sendiri di permukaan langit-langit ...
Gelap, seperti sebuah bencana yang mulai merata ...
Kabar dari jauh pun mengatakan sama ...
Adakah malam ini kita bisa berjumpa seperti biasa di pahatan langit jingga?
Ouwww ... sepertinya tidak, lirih angin telah sembunyikan banyak mata ...
Hingga udara menjadi buta ...
Tak apa aku mafhum, dan kayaknya waktu telah kembali memberikan pelajarannya ...
Yaaa .. barangkali tentang sabar, setia atau mmmm ... yaa itu tentang harus tetap dewasa ...
Sayang ...
Jika malam telah larut begini, aku selalu terbayang tentang buah manis esok lusa ...
Bunga-bunga yang indah, harum dan mekar memberikan kita kesegaran dan harapan besar disana ...
Nanti pohon itu selalu kita gambarkan sebagai batang tempat melekatnya alur, alur dari sebuah cerita yang tak pernah terukur ...
Ada apa disana ketika segalanya seakan berbalik arah ...
Ada apa tentang duri yang menyengat jutaan kerinduan hingga matahari terkadang meringis tertikam ...
Ada banyak ribuan mata yang ingin terpuaskan ...
Lalu semua cerita menolak untuk hanya di jadikan sebuah komik ...
Sayang ...
Tahukah malam ini aku rindu?
Ya aku tahu kamu pun pasti akan jawab sama merasakannya ...
Tapi apakah kamu tahu yang terdalam dari rindu itu apa?
Pasti kamu tak akan sadar ...
Penasaran???
Inti rinduku itu, kamu ya kamu ...
Jangan sesekali berdusta tentang cinta kita ...
Karna berlari pun belum tentu akan terhindar ...
Cinta kita layu dan berkembang karna ulah kita sendiri ...
Jangan katakan kalau semua ini hampa, usang atau kotor ...
Kenapa??
Karena pada hakikatnya kita tak pernah tahu apa-apa ...
Tentu hanya DIA lah dan kepadanyalah semuanya kembali ...
Emmmmuachhh ....
Gelap, seperti sebuah bencana yang mulai merata ...
Kabar dari jauh pun mengatakan sama ...
Adakah malam ini kita bisa berjumpa seperti biasa di pahatan langit jingga?
Ouwww ... sepertinya tidak, lirih angin telah sembunyikan banyak mata ...
Hingga udara menjadi buta ...
Tak apa aku mafhum, dan kayaknya waktu telah kembali memberikan pelajarannya ...
Yaaa .. barangkali tentang sabar, setia atau mmmm ... yaa itu tentang harus tetap dewasa ...
Sayang ...
Jika malam telah larut begini, aku selalu terbayang tentang buah manis esok lusa ...
Bunga-bunga yang indah, harum dan mekar memberikan kita kesegaran dan harapan besar disana ...
Nanti pohon itu selalu kita gambarkan sebagai batang tempat melekatnya alur, alur dari sebuah cerita yang tak pernah terukur ...
Ada apa disana ketika segalanya seakan berbalik arah ...
Ada apa tentang duri yang menyengat jutaan kerinduan hingga matahari terkadang meringis tertikam ...
Ada banyak ribuan mata yang ingin terpuaskan ...
Lalu semua cerita menolak untuk hanya di jadikan sebuah komik ...
Sayang ...
Tahukah malam ini aku rindu?
Ya aku tahu kamu pun pasti akan jawab sama merasakannya ...
Tapi apakah kamu tahu yang terdalam dari rindu itu apa?
Pasti kamu tak akan sadar ...
Penasaran???
Inti rinduku itu, kamu ya kamu ...
Jangan sesekali berdusta tentang cinta kita ...
Karna berlari pun belum tentu akan terhindar ...
Cinta kita layu dan berkembang karna ulah kita sendiri ...
Jangan katakan kalau semua ini hampa, usang atau kotor ...
Kenapa??
Karena pada hakikatnya kita tak pernah tahu apa-apa ...
Tentu hanya DIA lah dan kepadanyalah semuanya kembali ...
Emmmmuachhh ....
Thursday, July 25, 2019
HARI KAMIS
Semua yang di luar selalu terlihat lebih indah,
Namun ketika sudah di dapati, keindahan itu seperti kenangan yang berlalu begitu saja. Bahkan terkadang untuk mengingatnya pun perlu di ingatkan.
Semua hanya tentang milik kita dan bukan milik kita.
Datang bulan musim berganti ...
Perbudakan itu kian menindas,
Penjajahnya ada dalam pikiran liar kita. Sehingga hidup butuh kemerdekaan, merdeka yang artinya terbebas dari belenggu kemudian berdaulat sebagai pribadi yang utuh.
Bukan salah mata kita ketika memandang, atau bukan pula pikiran kita di saat memikirkan.
Hidup kitalah butuh pencerahan,
Pencerahan dari segala bentuk kesenangan duniawi yang ujung-ujungnya hanya memberatkan rohani dan jasmani yang menanggung kemuraman.
Beban2 itu perlu di turunkan satu2, agar hidup kita menjadi ringan dan pikiran kita menjadi tercerahkan.
Namun ketika sudah di dapati, keindahan itu seperti kenangan yang berlalu begitu saja. Bahkan terkadang untuk mengingatnya pun perlu di ingatkan.
Semua hanya tentang milik kita dan bukan milik kita.
Datang bulan musim berganti ...
Perbudakan itu kian menindas,
Penjajahnya ada dalam pikiran liar kita. Sehingga hidup butuh kemerdekaan, merdeka yang artinya terbebas dari belenggu kemudian berdaulat sebagai pribadi yang utuh.
Bukan salah mata kita ketika memandang, atau bukan pula pikiran kita di saat memikirkan.
Hidup kitalah butuh pencerahan,
Pencerahan dari segala bentuk kesenangan duniawi yang ujung-ujungnya hanya memberatkan rohani dan jasmani yang menanggung kemuraman.
Beban2 itu perlu di turunkan satu2, agar hidup kita menjadi ringan dan pikiran kita menjadi tercerahkan.
Saturday, July 13, 2019
BIDADARIKU ...
Aku fahami keraguanmu,
Bahwa semakin lanjut waktu berlalu
Tanda tanya itu selalu muncul dan menebal mengenai kapan, kapan dan kapan
Disini kita takkan bisa menjanjikan apapun,
Bukan karena kita tak mampu atau karena penuh keadaan, apalagi hanya mengeluarkan segudang alasan
Cinta ini telah di pupuk oleh jutaan kepercayaan pada awalnya
Hingga kini pohon yang kita tanam itu tengah rindang dan hijau-hijaunya menantikan buah
Cinta ini terus beranak menelurkan bibit -bibit kerinduan yang maha dahsyat,
Rasanya seperti banjir yang menghanyutkan atau seperti hujan deras yang tiada hentinya membasahi badan
Jiwa ini serasa sedang mencumbui rembulan,
Ketika malam-malam datang bertaring seribu bintang,
Aku hanya yang tak kebal terhadap keadaan,
Keadaan yang sudah kita bentuk sedari awal,
Sampai masa indah itu tertunda kemudian
Dan kini tuhan memersatukan kita dalam dekapannya
Dekapan yang hanya boleh kita saja yang tahu
Aku tak ingin cemburu saat orang lain dengan perjuangannya justru cepat-cepat dipertemukan dan segera merajut asa nya,
Aku tak iri ketika orang-orang lebih mudah untuk menikmati,
Biarlah itu milik orang lain
Kenapa kita menginginkan yang sama
Sementara selama ini aku nyaris selalu menolak persamaan
Aku ingin cerita kita adalah sejarah
Sejarah yang berbeda dari kebanyakan para pemeran
Bukan berarti tanpa ujung penantian ini,
Akan tetapi tolehlah olehmu matahari di ufuk timur itu
Dia mencintai bumi meskipun bumi dan ia jauh jaraknya
Apalagi kita yang hanya dipandanginya, menatap langit yang sama dari sudut yang berbeda
Jangan anggap keresahanmu seperti sedang resah sendiri
Aku pun sama, hanya aku tak sama dalam merasakan
Bukan berarti selamanya kita akan menunggu
Tapi seperti yang kamu bilang, waktu akan membuktikan seberapa benar cinta ini seberapa kuatkah
Toh kebahagiaan tak perlu di bicarakan sekarang
Karna bahagia tak butuh alasan
Kita bicara pahit saja dulu sekarang
Sebab pahit itu pasti
Sedangkan bahagia patut di perjuangkan
Selamat pagi, bidadariku ...
Bahwa semakin lanjut waktu berlalu
Tanda tanya itu selalu muncul dan menebal mengenai kapan, kapan dan kapan
Disini kita takkan bisa menjanjikan apapun,
Bukan karena kita tak mampu atau karena penuh keadaan, apalagi hanya mengeluarkan segudang alasan
Cinta ini telah di pupuk oleh jutaan kepercayaan pada awalnya
Hingga kini pohon yang kita tanam itu tengah rindang dan hijau-hijaunya menantikan buah
Cinta ini terus beranak menelurkan bibit -bibit kerinduan yang maha dahsyat,
Rasanya seperti banjir yang menghanyutkan atau seperti hujan deras yang tiada hentinya membasahi badan
Jiwa ini serasa sedang mencumbui rembulan,
Ketika malam-malam datang bertaring seribu bintang,
Aku hanya yang tak kebal terhadap keadaan,
Keadaan yang sudah kita bentuk sedari awal,
Sampai masa indah itu tertunda kemudian
Dan kini tuhan memersatukan kita dalam dekapannya
Dekapan yang hanya boleh kita saja yang tahu
Aku tak ingin cemburu saat orang lain dengan perjuangannya justru cepat-cepat dipertemukan dan segera merajut asa nya,
Aku tak iri ketika orang-orang lebih mudah untuk menikmati,
Biarlah itu milik orang lain
Kenapa kita menginginkan yang sama
Sementara selama ini aku nyaris selalu menolak persamaan
Aku ingin cerita kita adalah sejarah
Sejarah yang berbeda dari kebanyakan para pemeran
Bukan berarti tanpa ujung penantian ini,
Akan tetapi tolehlah olehmu matahari di ufuk timur itu
Dia mencintai bumi meskipun bumi dan ia jauh jaraknya
Apalagi kita yang hanya dipandanginya, menatap langit yang sama dari sudut yang berbeda
Jangan anggap keresahanmu seperti sedang resah sendiri
Aku pun sama, hanya aku tak sama dalam merasakan
Bukan berarti selamanya kita akan menunggu
Tapi seperti yang kamu bilang, waktu akan membuktikan seberapa benar cinta ini seberapa kuatkah
Toh kebahagiaan tak perlu di bicarakan sekarang
Karna bahagia tak butuh alasan
Kita bicara pahit saja dulu sekarang
Sebab pahit itu pasti
Sedangkan bahagia patut di perjuangkan
Selamat pagi, bidadariku ...
Wednesday, July 10, 2019
KITA HIDUP UNTUK SIAPA
Menolongmu berarti menenggelamkan lautan
Menolong lautan berarti menenggelamkanmu dalam kesendirian
Akan kita saksikan zaman seperti apa kemudian
Seperti anak yg tiba2 menyesal karena di tinggalkan oleh ayah ibunya ke liang lahad?
Ataukah seperti sebuah tangisan yg kemudian tak menemui ujung penyelesaiannya?
Kau dan cintamu membusuk dalam keheningan malam yg romantis
Ibarat putri yg hidup dalam mimpinya sendiri
Bahagia ...
Namun di dunia tubuhmu sendiri makin terlelap dalam lena
Makin tak terasa berapa nyamuk menghisap darahmu dan berapa banyak lalat lapar mengerumunimu
Mereka dan cintanya kepadamu
Menanti hari esok dengan bahagianya yg muram
Sama halnya dengan matahari di kala hujan, bersinar pun enggan
Apalagi jika harus menghampiri.
Mereka pun sama bermimpi, tapi mereka bermimpi bukan untuk dirinya sendiri
Keutuhan, itulah yg menjadi damba dalam setiap do'a
Melihat darah dagingnya tersenyum bahagia selamanya
Tapi semuanya egois,
Lihat kemudian betapa dahsyatnya koran-koran rombeng yg menyebarkan berita diluar sana
Itu melukai kita sebenarnya
Namun mereka tak pernah tahu apa rasanya bila mereka menjadi kita
Penjajah-penjajah yg kelelahan
Sehingga untuk menjajah mereka hanya bisa berbusa seperti sabun
Kita hidup sebenarnya untuk siapa?
Ku katakan padamu, pada kalian
Karna kita bukan tuhan ...
Menolong lautan berarti menenggelamkanmu dalam kesendirian
Akan kita saksikan zaman seperti apa kemudian
Seperti anak yg tiba2 menyesal karena di tinggalkan oleh ayah ibunya ke liang lahad?
Ataukah seperti sebuah tangisan yg kemudian tak menemui ujung penyelesaiannya?
Kau dan cintamu membusuk dalam keheningan malam yg romantis
Ibarat putri yg hidup dalam mimpinya sendiri
Bahagia ...
Namun di dunia tubuhmu sendiri makin terlelap dalam lena
Makin tak terasa berapa nyamuk menghisap darahmu dan berapa banyak lalat lapar mengerumunimu
Mereka dan cintanya kepadamu
Menanti hari esok dengan bahagianya yg muram
Sama halnya dengan matahari di kala hujan, bersinar pun enggan
Apalagi jika harus menghampiri.
Mereka pun sama bermimpi, tapi mereka bermimpi bukan untuk dirinya sendiri
Keutuhan, itulah yg menjadi damba dalam setiap do'a
Melihat darah dagingnya tersenyum bahagia selamanya
Tapi semuanya egois,
Lihat kemudian betapa dahsyatnya koran-koran rombeng yg menyebarkan berita diluar sana
Itu melukai kita sebenarnya
Namun mereka tak pernah tahu apa rasanya bila mereka menjadi kita
Penjajah-penjajah yg kelelahan
Sehingga untuk menjajah mereka hanya bisa berbusa seperti sabun
Kita hidup sebenarnya untuk siapa?
Ku katakan padamu, pada kalian
Karna kita bukan tuhan ...
Friday, March 22, 2019
SEMOLEK PELANGI SENJA
Liar tak ber-ibu, tak tertawarkan meski dengan beribu-ribu
Kupu-kupu kembang jeruk yang bersayap dan berbulu, sama aku pun ingin memburu
Meledakkan setiap ketidakfahaman ini dan menikmati hidangan penjamuan
Salak yang kau makan begitu lembut untuk di cerna badan
Sementara yang ku telan ku tahu akan tersedak di kerongkongan sebelum sampai ke perut ketidakpuasan
Ku akui bahwa warnamu semolek pelangi senja hari
Srigala mana yang tak kenal dengan wangi rembulan
Hingga gulungan awan mesra menjinahi lautan dan daun-daun ilalang bunting sepanjang hari
Dalam sesaat kau melupakannya dan mengganti ranting tempat kau menari pindah dari satu dahan ke dahan yang lain
Apa yang kemudian terjadi?
Kita sama-sama tidak pernah faham apa yang di inginkan matahari hingga kita harus merasakan tersesat di tengah hutan, sedangkan pagi baru saja di mulai dan burung-burung bernyanyi tentang indahnya sorga abadi
Aku pun sama dengan dirimu, bertulang namun kurang mencintai tiang
Bedanya kamu di beri kesempatan lebih dan bisa menjadi api yg mampu melahap apa saja selagi kering
Sedangkan aku hanya calon ban di samping pohon karet
Tak ada milyaran yang kuat membayar sebuah kesempatan
Semua itu terjadi atas dasar kecintaan langit kepada bumi
Wednesday, March 20, 2019
KELABANG HITAM
Aku terbangun di pagi buta, ada nada yg menyentak disana
Satu ekor anak kelabang hitam masuk di bawah
bantal anakku
Ku pukul tak mati2 malah lincah
berputar-putar
Kemudian sebuah botol kaleng pewangi ku
pukulkan, namun dia malah loncat-loncat agresif di atas seprei warna hijau
Seperti tengah menyaksikan sebuah mimpi buruk
malam tadi
Dia pun mati terkapar keracunan cairan
pewangi ruangan
Sebelum tidur ku lanjut, untukmu ku mohonkan
semoga kamu selalu baik disana dan kabar bahagia senantiasa akan ku dengar esok
pagi
Malam pun berlanjut,
Aku menemukanmu di sebuah pesta pernikahan
mewah, gaunmu bagus dengan kombinasi warna silver dan hijau tua dengan sinar yg
memantul
Tapi tunggu dulu ...
Hikkks ... dia ada bersamamu, kalian begitu
bahagia bercengkerama
Sehingga ketika ada giliran foto di sofa
aghhh ... aku sakit melihatnya, sakit melihat kemesraan kalian
Memeluk, merangkul dan itu terjadi sangat
dekat sekali denganku
Malam tadi aku berencana untuk marah padamu
pagi ini
Tapi ku sadar, menemui kalian semalam
hanyalah mimpiku belaka setelah kelabang hitam mati di semprot cairan pewangi
Betapa pun besar ujian yg harus ku hadapi,
kamu tetap tujuanku.
KERINDUAN
Angin dan rindu telah menjadikan
kita tahu bahwa kita jadi tak berdaya karnanya.
Angin pula yang telah mendengus,
menghembuskan peluru-peluru cinta di tiap butiran ghaibnya hingga ke kulit
kerongkongan kita yang selalu dahaga
Sementara rindu bagaikan bumi di
tengah malam kehujanan
Basah dengan kemanjaan dan menanti
selimut kehangatan
Aku mencium aroma setangkai bunga
mawar dari balik bau ketiakmu yang khas
Wangi ini seperti cambuk kusir kuda
yang di hantamkan berulang-ulang ke kulit kesadaranku
Lalu delapan tahun kemudian aku
menengok ke belakang
Benar saja, itu masa kita di awal
perkenalan
Angin telah membawaku berteduh di
malam muda kita dalam sebuah kedai bambu
Itu wajahmu, ini rupaku dan kita
sama-sama lupa kalau kita hanya sepasang manusia tanpa ayah ataupun ibu. Kecuali
dia yang mendampingimu malam itu
Semangkuk bakso dan segelas es
jeruk malu-malu kita reguk
Semua tiba-tiba tampak tak seirama,
lalu lalang itu, lampu-lampu itu, wajah-wajah jenuh kelelahan dari balik kaca
depan ahh … peduli apa. Dunia hanya kita berdua saja ada
Angin dan rindu bagai dua puluh Sembilan
nyawa yang meregang penuh bahagia
Mabuk iya, lapar bisa jadi
Akan tetapi gejolak di dalam
laksana bendungan hendak rubuh, nyaris tak terkendalikan
Hanya sesekali melati putih
mengingatkanku pada selembar kain kafan
Angin berhembus di lima penjuru
Dedaunan melambai menggapai-gapai
Memeluk kehendak yang belum
tercapai-capai
Rindu terbang dengan dua ribu
sayapnya yang transparan
Langit menghitam terang-benderang
Ketika kau pamit hanya cium tangan
dan jemari yang jadi merenggang karena kita memilih jalan kita masing-masing
Sebelas khayalanku menjadi merpati
putih
Mengantarkan langkahku memilih
tembok pembatas jalan sebagai arah menuju kembali pada kehidupanku yang telah
kau warnai dengan begitu indah
Ada banyak hal yang kemudian tak mudah
untuk aku pecahkan
Kenal ini sangat membuka lebar mata
air cinta
Sedangkan aku bukan hulu dari
segala hulu sungai yang bisa memunculkan telaga
Hanya harap dan do’a terangkai
satu-satu, tertulis di balik cekung dadaku
Angin dan rindu di langit tak tahu
jalan pulang
Berputar-putar membabi buta,
membunuh kesunyian lewat rupa dibalik kaca
Ada kamu disana …
Aku bahagia …
Kita tahu garis kita telah di
gariskan sebelumnya
Kita pun jangan mudah menghakimi
kita
Karena yang adil hanya yang maha
adil
Jalani saja, biarkan mereka
menonton
Subscribe to:
Posts (Atom)